Friday, July 27, 2007

Pengaturan Parkir Sementara



PILKADA DKI Jakarta tahun 2007 yang sebentar lagi dilaksanakan banyak menabur janji dari ke-2 pasang calon. Yang pastinya janji mengentaskan masalah yang ada pada daerah ibukota ini.

Salah satunya yang banyak di bicarakan adalah masalah transportasi, yaitu masalah kemacetan.
Yang saya fokuskan dalam tulisan ini yaitu masalah kemacetan yang diakibatkan angkutan umum.

Angkutan umum keberadaannya sangatlah penting. Baik bajaj, mikrolet, metromini, bus, angkutan legal maupun ilegal, dan angkutan dalam kota lainnya.

Sebagai pengguna jalan raya, pastilah Anda melihat bertapa sikap tidak tertib yang membudaya yang pada angkutan umum ini.
Pernahkah Anda melihat macet karena angkutan umum yang "ngetem" bertumpuk- tumpuk.
Pernahkah Anda tidak bisa jalan melalui tikungan karena ada angkutan umum yang berhenti disekitar tikungan/ persimpangan.
Dan mengalami macet karena makin sempitnya jalan karena dipinggir jalan menjadi tempat parkir kendaraan umum, atau terhambatnya jalan karena ada angkutan umum yang sembarangan berhenti tidak dipinggir jalan.


Masalah

Masalah kemacetan karena angkutan kota yang saya identifikasi, yaitu..

1. "Ngetem" bertumpuk, yaitu parkir sementara yang mengambil 2 jalur jalan atau lebih (lihat gambar 2).

2. "Ngetem" didaerah tikungan/ persimpangan, yaitu "ngetem" yang terlalu dekat pada tikungan (dimana menghambat arus kendaran yang masuk dan keluar dari tikungan) atau yang pas didepan tikungan (lihat gambar 1), bahkan ojek sepedah motor pun menjadi masalah (coba banyangkan ojek liar yang ada ditikungan akibatnya bagaimana?).

3. Tidak ada terminal, ada beberapa trayek angkutan umum pinggiran kota yang tujuan akhirnya tidak memiliki terminal atau tempat pemberhentian yang layak (contohnya pada jalan raya kapuk yang sudah sempit dengan deretan mikrolet merah yang parkir sehingga jika ada kendaran besar yang lewat pasti macet).

Jadi masalah utamanya adalah parkir sementara (ngetem), tetapi semua masalah diatas sebenarnya adalah masalah penyempitan arus (bottle necking/ leher botol). Apakah dari puluhan ribu lulusan sarjana pertahun di Indonesia tidak ada yang menjadi PNS yang mengurusi soal transportasi tidak ada yang mengerti soal bottle necking?? Sebagai bekas anak kuliahan teknik pastilah Anda sering dengan istilah ini.

Masalah lainnya yaitu masalah dana. Ini masalah klasik pastinya perlu banyak memakan biaya banyak jika kita meniru solusi trasportasi dengan cara negara maju karena pastinya menyediakan fasilitas yang sangah banyak. Sehingga dalam pikiran saya pelu disajikan solusi yang tidak banyak memakan biaya.


Solusi

Maka dari itu masalah parkir sementara (ngetem) ini sebaiknya dilakukan pengaturan dengan sedikit penambahan fasilitas (sehingga para pejabat tidak lagi komentar/ mikir soal dana).

Ide solusi :
1. Macet dapat dikurangi bila angkutan umum dapat "ngetem" dengan tertib.
2. Membuat daerah yang tidak boleh/ boleh "ngetem".
3. Daerah larangan cukup dengan tanda yang sederhana.
4. Budaya pemumpang yang mencari/ turun dari angkutan umum disembarang tempat juga membuat ketidaktertiban ini.


Yang dapat dilakukan untuk masalah dan ide yang ada pada permasalahan ini, yaitu..

<1> Dengan tanda strip larangan dan boleh pakir sementara (perhatikan gambar 3), yaitu strip cat pada permukaan jalan. Jalan dicat garis agak tebal pada pinggir jalan, warna merah untuk larangan "ngetem" dan warna kuning untuk boleh "ngetem".
Dengan syarat tidak boleh "ngetem" pada daerah merah (sehingga ngetem bisa ) dan jika "ngetem" posisi ban harus mengenai tanda cat kuning.

Dengan cara ini "ngetem" terlalu dekat daerah tikungan/ simpangan atau posisi yang tidak terlalu menghambat jalan. Dan posisi mobil saat "ngetem" berada benar- benar kiri badan jalan.
Yang pasti guna tanda strip ini dapat menunjukan kesalahan supir angkutan umum dalam "ngetem".

<2> Dengan membuat terminal bayangan (lihat gambar 4), dengan cara mempelebar ruas jalan ke dalam lahan pinggir jalan yang dapat dipergunakan. Dengan cara ini maka ruas jalan yang bisa dilalui tetap lebar, dan untuk menjaga ketertiban tetap digunakan tanda strip kuning pada pinggirnya.

<3> Peraturan denda pelanggaran dan rencana realisasi. Dibutuhkan 3 unsur agar dapat menjaga keteriban yaitu peraturan, fasilitas dan penegakan peraturan. Maka dari itu diperlukan peraturan yang setingkat PERDA yang cukup dalam pelaksanaannya serta perangkat pelaksana (Polisi lantas, Dishub dan Dep Pekerjaan Umum).
Saran yang pelu diperhatikan, selain pengendara kendaraan umum perlu juga para penumpang yang menunggu/ mengehntikan angkutan umum pada tempat terlarang (strip merah) untuk dikenai denda. Sebaiknya dendanya cukup ringan saja tetapi tegas dan mampu memberi efek jera, cukup dengan nominal denda uang yang kecil atau dengan hukuman fisik seperti push-up dan menyayikan lagu nasional :)

Lebih effektif lagi cara ini yaitu dengan pengawasan kamera pengawas (CCTV), hal ini umum digunakan oleh negara- negara yang cukup maju karena pengawasan seperti ini lebih sulit dicurangi dalam pembuktiannya.

Tentu saja tidak ada pemecahan masalah yang idial/ sempurna, tetapi ini adalah solusi yang realistis dan relevan untuk diimplementasikan.


Masalah Lagi (selalu)

Sebenarnya usaha agar angkutan umum tertib "ngetem" sudah ada, yaitu dengan pengaturan dengan petugas dan partisi (pembatas beton) untuk membuat lajur dikiri. Cara ini tidaklah efektif, petugas tidak dapat 24 jam berjaga kemudian terbukti dengan pembatas tetap saja saat "ngetem" angkutan umum tidak masuk lajur kiri pada pembatas beton (lihat saja pada jalan daan mogot depan terminal Kalideres dan di Ampera/ Poris) malah "ngetem" disebelah kanannya sehingga praktis memakan 2 jalur kendaraan dan bertambah macet.

Memang mungkin masalah kemacetan ini tidak begitu terasa pada jalan- jalan utama di daerah pusat Jakarta. Tapi apakah pejabat- pejabat pernah melihat daerah pinggiran kota yang sangat macet karena angkutan kota.

Perlu dibutuhkan peraturan yang ketat soal transportasi karena ini masalah hajat hidup orang banyak dan hak sebagai warga kota. Ketat tanpa kompromi tapi harus dengan nurani (jadi butuh sosialisasi yang banyak) dan yang pasti konsisensi (jangan seperti peraturan polusi udara, coba lihat beberapa mall di Jakarta sekarang udah penuh asap rokok lagi).

Saya kira dalam implementasi solusi ini tidaklah susah dan tidak memakan banyak biaya, cukup dengan sedikit peraturan dan pembenahan fasilitas.
Yang pasti masih ada upaya untuk menertibkan sarana transportasi yang ada, dari pada menunggu trasportasi masa (busway, monorail dan waterway) yang kabarnya bermasalah selalu.
Tak banyak memakan biaya pastinya dan yang lebih pasti lebih sedikit dari pada biaya kampaye dan pemilihan dalam PILKADA.

Selamat menjalankan PILKADA DKI Jakarta tahun 2007, semoga ada birokrat yang berpikir jika kita berhemat dalam berdemokrasi sebenarnya dapat digunakan untuk memupuk demokrasi.

^^sourceid

No comments:

http://www.anekacd.com